Monolog

Makhluk yang terburu-buru

“Kamu udah keterima kuliah dimana?”
“Skripsimu udah sampai mana? Kok belum selesai?”
“Kapan wisuda?”
“Kamu udah daftar kerja dimana aja?”
“Umurmu lho dek udah 23. Kamu gak takut telat nikah?”

ilustrasi diambil dari istockphoto

Begitu lulus SMA saya disibukkan dengan pencarian universitas. Daftar sana-sini demi memastikan lebaran nanti ketika ditanya kuliah dimana, saya sudah punya jawabannya. Dimasa kuliah rasanya euphoria ituberlangsung hanya sebentar saja dan tiba-tiba ada pemburu lain yang memaksa saya untuk berlari : skripsi. Tergopoh-gopoh saya menyelesaikannya. Baru sebentar saya membebaskan diri dari skripsi, target lain kembali menghantui : Masa depan pascakuliah. Ini adalah rasa lelah yang amat sangat. Tentu saja lelah fisik bias diselesaikan dengan istirahat. Tapi lelah mental? Lelah hati? Lelah pikir?

Saya sudah merasa lelah meski belum menggerakkan kaki satu langkah pun. Semakin bertambah umur ini, saya semakin merasa bahwa dengan tidur seharian pun, saya tidak akan kehilangan rasa lelah itu. Kita dikejar-kejar target tiap hari, padahal bukan kita yang menetapkan target itu. Kita dijejali pertanyaan tiap kali bertemu, diharuskan menjawab padahal tak ada jawaban yang kita tahu. Kita terus-terusan diburu, hingga jadilah kita makhluk yang terburu-buru.
***
Tuhan sudah berfirman. Jika kita luangkan waktu untuknya, maka Tuhan juga akan memberikan waktu luang untuk kita. Tapi jika tidak, maka Tuhan akan biarkan waktu dan dunia mengejar-ngejar kita.

Saya posting tulisan ini karena saya benar-benar merasakannya.

2 thoughts on “Makhluk yang terburu-buru”

Leave a Reply