Sebuah Nama di Sembilan Belas Enam Lima
Namanya Soekasbi. Sulung lima bersaudara.
Namanya Soekasbi. Sulung lima bersaudara.
Tabu bagi sebagian orang adalah jika berurusan dengan rokok, seks dan narkoba. Sementara tabu bagiku adalah membawa pekerjaan ke rumah. Rumah yang aku maksud adalah rumah orang tuaku. Aku mulai keluar dari rumah sejak S1, sejak mulai kos karena kebutuhan kuliah. Sejak itu pula, pantang bagiku untuk pulang selama masih banyak tanggungan tugas kuliah. Hal ini berlaku sampai sekarang dan untuk jenis tugas/pekerjaan apapun. Karena percuma juga, malah mengganggu saja.
Manusia Indonesia setidaknya punya dua bahasa yang dikuasai seiring dengan tumbuh kembangnya: bahasa ibu dan bahasa nasional. Untuk kasusku, aku punya bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Malam ini sedikit melankolis dan ingatanku kembali ke kelas 3 SMA. Masa itu adalah masa dimana seseorang akhirnya berkata padaku, betapa aku sesungguhnya mampu menguasai bahasa apapun jika aku mau.
Sudah lama pengen nulis tentang ini. Tentang bagaimana waktu-waktu terakhir banyak sekuel dirilis, banyak remake, banyak film digarap untuk menebeng popularitas versi sebelumnya. Perlukah aku sebut AADC 2 (2016), Ayat-ayat Cinta 2 (2017), Si Doel The Movie (2018), Eiffel, I’m in Love 2 (2018) ?
Semesta selalu punya cara untuk mengajakmu menertawakan diri sendiri. Seperti hari ini.
Tulisan ini dibuat untuk dua alasan. Pertama, karena ini satu-satunya yang bisa aku berikan untuk CRCS–Of course! I’m not smart enough to become part of their researcher line anyway. Kedua, karena banyak orang yang salah paham dan mengira bahwa lulus dari sini aku akan jadi ustazah.
Suatu hari seorang mahasiswa gadungan dan sesepuh (?) angkatannya sedang berada di kelas. Apa yang mereka lakukan? Mengerjakan response paper yang deadline-nya 1 jam lagi. Luar biasa. Karena bingung mau nulis respon apa, akhirnya mereka ngobrol.
Hari ini setelah kelas Religion, Gender and Sexuality yang membahas tema konstruksi keluarga, memoriku kembali ke hari itu. 20 tahun lalu..
I used to read a story about a man, a devout Catholic, who asked his Bishop, “Why are Catholic churches always so majestic and bustling with decorations?” and the Bishop said that, “Do not you know that for a Catholic, one of the important things to note is what we do in the house of the Lord. If it is so important, then why do not we make God’s house as beautiful as possible?”
Tempo hari, Senin 30 April dan 6 jam menuju deadline tugas mingguan. Hampir seminggu dari premier Invinity War di Indonesia dan aku baru nonton filmnya. Terlambat sekali. Kali ini saja aku benar-benar tak berminat mereview karena rawan didoakan masuk neraka. Anehnya tadi malam aku mimpi dan ada Almarhum Logan disana. Astaga, kenapa gak mimpiin Chris Evans berjambang aja sih. Aku jadi ingat yang gak mau kuingat. Aku terpaksa buka lagi daftar draft tulisan yang dengan…