Kisah Kesah
Semesta selalu punya cara untuk mengajakmu menertawakan diri sendiri. Seperti hari ini.
Semesta selalu punya cara untuk mengajakmu menertawakan diri sendiri. Seperti hari ini.
Tulisan ini dibuat untuk dua alasan. Pertama, karena ini satu-satunya yang bisa aku berikan untuk CRCS–Of course! I’m not smart enough to become part of their researcher line anyway. Kedua, karena banyak orang yang salah paham dan mengira bahwa lulus dari sini aku akan jadi ustazah.
Suatu hari seorang mahasiswa gadungan dan sesepuh (?) angkatannya sedang berada di kelas. Apa yang mereka lakukan? Mengerjakan response paper yang deadline-nya 1 jam lagi. Luar biasa. Karena bingung mau nulis respon apa, akhirnya mereka ngobrol.
Hari ini setelah kelas Religion, Gender and Sexuality yang membahas tema konstruksi keluarga, memoriku kembali ke hari itu. 20 tahun lalu..
Contoh essay dan proposal bisa langsung di download dibawah kalau kalian buru-buru. Judul dibuat untuk memudahkan para pencari informasi, sementara paragraf berikut ini isinya hanya drama. Skip aja.
Sebelas Juni 2016 punya arti sendiri di kalender hidupku. Satu titik balik hidup yang terjadi secara mendadak sebenarnya. Beberapa minggu sebelumnya aku tanpa persiapan daftar di salah satu perusahaan startup di Jogja–yang ternyata, lolos. Setelah beberapa kali tes akhirnya panggilan kerja datang secara tiba-tiba. Aku ambil shift malam dengan tanggungan kerja mulai jam 12 malam sampai 8 pagi waktu itu. Kenapa shift malam?
Konon katanya, dahulu dalam 1 Dusun, 1 Desa bahkan mungkin 1 Kecamatan, hanya boleh ada 1 masjid. Sederhana bentuknya dan berlumut sisi luar dindingnya. Tapi hari tak pernah membiarkannya sepi dan malam tak menjadikannya suram.
Faktanya, resolusi gak ngasih jaminan kita bakal berubah sesuai apa yang kita mau. Gak perlu nunggu tahun baru untuk bikin resolusi seandainya kita memang benar-benar ingin jadi lebih baik.
Saya pikir, saya sedang berada di musim paling produktif sepanjang hidup saya. Pagi belajar, malam kerja. Sore kadang tidur, kadang les, kadang jogging, kadang jalan-jalan galau gila. Saya membaca lebih banyak dari yang sebelumnya pernah saya baca. Saya berdiskusi (baca: ghibah) lebih sering dan lebih beragam daripada season hidup saya sebelumnya. Saya menghabiskan waktu lebih banyak di luar ketimbang di kamar. Tapi faktanya saya hanya jadi lebih aktif, tapi tidak lebih produktif.
Beberapa tahun belakangan—karena bingung mau mulai dari tahun mana—beranda facebook saya ramai lancar artikel-artikel tentang penemuan sains yang dikaitkan dengan ayat-ayat Al Quran. Status-status dan esai menarik yang mempertanyakan penalaran hukum agama juga bersaing ketat memanen ribuan jempol dan komentar. Ada 2 teman kuliah saya yang tiap ketemu—entah di dunia nyata atau dunia maya—selalu memperdebatkan dua hal ini: keimanan dan logika. Nama aliasnya adalah Beni dan Gopar. Saling nge-tag kalau bikin status. Lalu saling mengomentari…