Review

Teori Evolusi Agama

Sekitar tahun 2013 akhir, seorang teman memosting tabel grafik berikut ini di facebook dengan mengaitkan akunku dan akun seorang teman lain dari jurusan sejarah. “Menurut kalian ini benar gak?” begitu caption statusnya. Temanku ini cukup openmind, asumsiku, pertanyaan itu memang didasarkan pada rasa ingin tahu. Aku ingat gambar yang diposting saat itu bukan versi ini, melainkan versi potongan khusus di lini European- Arctic, bagian berwarna hijau-kuning yang ada Islamnya. Aku juga ingat aku tidak merespon apapun hari itu–soalnya aku memang gak punya ilmunya. Tahun 2015 aku menemukan gambar yang sama–versi potongan diatas–yang diposting di akun group hijrah agak radikal (subhanallah, ngapain coba aku sok-sok an ikut group ahli surga gitu ). Captionnya “Beginilah orang-orang barat melihat agama sebagai barang bla bla bla” aku lupa. Intinya karena Islam adalah agama yang murni dari Tuhan maka tidak benar jika ia dipengaruhi atau diadopsi dari ajaran agama lain. Aku tidak merespon juga waktu itu. Kali ini karena postingan tersebut sifatnya provokatif dan ratusan komentar sudah berinteraksi secara responsif.

Tahun 2017, di kelas Academic of Religion, akhirnya aku “bertemu” dengan Edward Burnett Tylor dan Primitive Culture-nya (dan teori Evolution of Religion tentu saja) yang sedikit banyak membantu aku memahami dasar penyusunan grafik ini. Tahun 2019, baru aku berani bikin postingan ini. Grafik yang didesain oleh Simon E. Davies ini mirip dengan  Teori Evolusi Religi EB Tylor.

EB Tylor menekankan bahwa agama adalah buah dari pemikiran manusia yang evolusionis. Ia berawal dari fenomena alami seperti mimpi. Seseorang bisa bermimpi tentang dirinya yang berada di tempat lain, melakukan hal-hal padahal raganya sedang tertidur, lalu mulai menemukan konsep raga dan jiwa.

Kemudian bermimpi bertemu dengan leluhurnya yang telah meninggal di dalam mimpi, memicu akal untuk berfikir bahwa yang mati sesungguhnya tak benar-benar pergi. Di lain kesempatan, manusia bertemu dengan hewan atau tumbuhan yang memberikan pengalaman nostalgic atau mengingatkannya pada kekuatan dan peristiwa tertentu, atau menemukan orang lain yang mirip dengan leluhurnya, titik ini menjadi awal mula spekulasi tentang eksistensi reinkarnasi atau kehidupan setelah kematian. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, konsep kepercayaan manusia mulai dirintis. Manusia mulai mengelompokkan makhluk yang terlihat dan kemungkinan keberadaan yang tidak terlihat. Merumuskan secara sederhana bagaimana melindungi diri dari kekuatan yang diluar kemampuan mereka tersebut. Konsep hak dan kewajiban spiritual pun disusun secara sederhana, mulai dari ritual, sesaji dan rapalan mantra. Maka menurut EB Tylor, disinilah Animisme dan Dinamisme menjadi bentuk religi paling tua di muka bumi–sesuai pada grafik diatas.

Poin penting untuk memahami Teori evolusi religi EB Tylor ada pada ‘belief in spiritual being’–percaya pada yang spiritual. Dengan fokus pada poin ini, akan lebih mudah memahami evolusi religi, yaitu evolusi dari ‘spiritual being’ yang awalnya adalah roh (animisme/dinamisme), kemudian menjadi polytheistic (percaya bahwa setiap kekuatan alam dikuasai oleh entitas spiritual tertentu) sebelum beralih pada monotheistic (percaya pada penguasa tunggal dari semua kekuatan).

Tabel ini menunjukkan bagaimana proses itu berlangsung dan hubungan kekerabatan yang terjadi antara satu agama dengan agama lain. Mengapa harus ada yang merasa terhina saat dikatakan bahwa islam merupakan turunan dari agama-agama sebelumnya. Faktanya, dibawah nama ibrahim/abraham,  memang ada lebih dari satu agama yang akhirnya berkembang dengan karakteristik masing-masing. Agama-agama yang mengakui Ibrahim sebagai “bapak”nya kemudian dikumpulkan dalam kategori yang disebut “Abrahamic Religions”.

Jadi beginilah dunia akademis bekerja. Penulisan riwayat entitas apapun, bahkan agama sebagai fenomena, tidak serta merta diambil dari kisah wali dan mukjizat-mukjizat yang turun begitu saja. Apakah agama adalah sebuah entitas yang independen? Tidak. Kelahirannya sendiri adalah buah proses keterkaitan yang tak bisa dihindari. Dan tentu saja, unsur-unsur peradaban yang melahirkan agama-agama itu, jauh lebih tua dari umur otakmu di dunia.

Leave a Reply