Review

Film Dan Diversitas Agama: Review PK & Bajrangi Bhaijaan

Ini film lama yang baru ditonton ulang gara-gara author lagi gabut luar biasa. Dua film India yang menurutku sih bagus. Untuk mereka yang sentimen sama film India: Iya, kedua film ini juga banyak adegan nyanyi-joged Indianya. Tapi ini gak merubah esensi film sama sekali.  Setiap film menurutku punya misi atau pesan yang dibawa dan ketika pesan itu berhasil sampai ke kamu sebagai penontonnya, maka gak ada alasan buat bilang film itu jelek. Alasan lain kedua film ini layak disandingkan karena keduanya mengangkat tema sosial yang sama dengan sudut pandang yang berbeda.

PK rilis tahun 2014. Sejak Butler mulai melakukan survei tentang bagaimana film merepresentasikan agama pada 1969, hampir lima dekade kemudian kita menyaksikan betapa film punya kekuatan untuk memvisualisasikan opini tentang agama. Hal yang tak berubah adalah meski generasi telah berganti, pembahasan tentang agama jelas jauh lebih tabu dan sensitif dibandingkan visualisasi seks dan kriminalitas dalam film.

PK bercerita tentang alien yang datang ke bumi untuk penelitian tapi kehilangan alat komunikasi untuk memanggil jemputannya(?). Ia menyebut dirinya PK karena orang-orang yang ia temui menyebutnya demikian. PK artinya orang mabuk dan gila. Telanjang dan tak tahu apa-apa, hanya berbekal kata orang: Tuhan akan membantunya, PK memulai petualangannya mengenal agama.

Film kedua rilis awal tahun 2015. Bajrangi Bhaijaan hadir dengan setting dua negara, dua budaya, dan dua agama. Shahida, seorang anak muslim pakistan yang bisu dibawa ibunya menyeberang ke India untuk berobat dengan harapan ia bisa bicara sebagaimana anak-anak lain diusianya. Saat hendak kembali ke Pakistan, ia terpisah dari ibunya. Seorang anak perempuan, bisu, sendirian di negara dengan sejarah konflik serta sentimen terhadap agama dan tanah kelahirannya.

Ia bertemu dengan Pawan, seorang pemuda hindu pemuja dewa Hanuman (Bajrangi) yang taat. Ia memanggil Shahida sebagai ‘Munni’, artinya anak yang manis. Kulit putih bersih Munni membuatnya mengira Munni adalah keturunan brahmana, Pawan bertekad membantu Munni kembali ke asalnya. Dilema mulai menghampirinya saat ia tahu Munni bukanlah seorang brahmana, melainkan anak muslim dari Pakistan.

PK menjelma jadi komedi Satir dimana agama digambarkan sebagai alat cluster umat manusia. Terlepas dari opini pribadi sutradara maupun penulis naskahnya, semua pesan yang muncul dalam film ini jadi super logis karena sudut pandang yang diambil berasal dari ‘bayi’ berakal yang mulai mengenal semua agama dari titik 0. Tentang bagaimana agama memisahkan kita, bagaimana agama mengkotak-kotakkan umat manusia. Menjadikan satu sama lain bermusuhan, mengeksklusifkan diri dan fanatisme mencegah kita memuliakan nilai-nilai kemanusiaan. Untuk perkara kontroversi, PK menang banyak dengan kecaman dan protes yang diterima, berbanding lurus dengan pendapatan tinggi yang dicapai. Ya tergantung seberapa rela sih kamu dihujat satu negara kalau bruto yang kamu dapat sekitar US$ 122 juta.

Sama-sama bergenre komedi, Bajrangi Bhaijaan justru membalik arus opininya. Pawan memutuskan untuk tetap membawa Munni kembali ke Pakistan meski tahu ia seorang muslim dan negara yang dituju adalah musuh bebuyutan India. Berbanding terbalik dengan PK, Bajrangi Bhaijaan menggambarkan betapa atas dasar kemanusiaan, hal-hal seperti agama budaya dan batas apapun bukanlah hambatan untuk berbuat baik. Bahwa prinsip-prinsip agamamu bisa jadi adalah penuntun untuk membantumu menolong sesama, bukan malah sebaliknya. Dengan mengabaikan otot tangan Salman Khan yang mblenduk sepanjang film, sangat disayangkan karena dalam satu musim yang sama, film berkualitas ini kalah populer dibanding PK. Kenapa? Mungkin karena publik di negara manapun punya selera yang sama: kisah heroik dan cinta damai adalah tontonan yang masuk kategori membosankan.

Aku bahas dua film sekaligus karena seperti kataku diawal, keduanya mengangkat tema yang sama dengan sudut pandang berbeda yang bikin referensi opinimu jadi seimbang. Kalau ada hal yang paling gak aku suka dari komunitas-komunitas-apapun-apalah-namanya yang ada sekarang, maka itu adalah fanatisme. Sama seperti penyakit, fanatisme cuma bisa dicegah dan disembuhkan kalau kamu mau buka pikiranmu selebar mungkin dan lihat satu perkara dari banyak sudut pandang. Banyak hal yang bisa mempengaruhi opini seseorang dan diluar sana ada orang-orang yang tergerak hanya karena alasan sepele. Gara-gara film yang ditonton misalnya. Untuk orang-orang seperti itulah tulisan ini dibuat.
.
.
.
.
Tapi bohong sih, alasan utamanya ya karna kurang kerjaan itu tadi.

3 thoughts on “Film Dan Diversitas Agama: Review PK & Bajrangi Bhaijaan”

Leave a Reply