Sudah lama rasanya tak menginap seperti ini di kamar salah satu makhluk yang saya kenal melalui neraka bernama persma.
Its been a while with Esdaniar Khoirunisa. Sangat lama tak menghabiskan waktu bersama gara-gara saya dan skripsi saya, dilanjutkan dia dan skripsinya. Setelah semuanya, sekarang ini benar-benar sabtu pagi yang sempurna dengan mendung diluar jendela dan obrolan tak jelas kami berdua.
Berawal dari urusan pindah rumah dan ‘hijrah‘, undangan nikah Dek Hasnah–Dek?? Yes Dek–entah bagaimana berujung pada perkara perumahan dan makelar tanah.
“Mbak Manda tau gak. Rumahku tuh aslinya kampung pertanian dulu. tapi sekarang sudah hilang.”
“Hilang gimana, Dan?
“Yaa, udah hilang dijadiin komplek perumahan. Temenku kan orang tuanya punya wartel. Nah katanya dia tuh sering denger agen makelar tanahnya tuh ngancem, maksa petani-petani buat jual tanahnya gitu. Dan bapaknya juga kan punya tanah yang ditanami pohon jati gitu kan,, nah, bapaknya tuh juga dipaksa dan diancam buat jual tanahnya. Tapi karena bapaknya lebih berpendidikan, jadi gak kemakan sama ancaman mereka..
Trus tau-tau, bapaknya sakit gitu kan ditangannya. Nah, suatu hari tuh beliau jalan-jalan dikebun jatinya. Eh, dia nemuin ada boneka-boneka macam boneka voodoo or something like that lah ada di gantung di pohon jatinya.”
“Seriusan?? ihh, kok serem banget sih.”
“Iyya Mbak. Segitunya emang.”
Lalu berlanjut obrolan bla bla bla tentang analisa keuntungan makelar tanah dan semacamnya yang gak terlalu penting hingga buyar di ingatan saya. Lalu berlanjut dengan tren ‘mimpi keluarga masa kini’ yang pengen banget bisa tinggal di komplek perumahan hingga tiba-tiba dani nyletuk:
“Kalau mimpiku ya Mbak. Nanti kalau nikah, aku gak mau punya rumah dilingkungan perumahan gitu. Soalnya itu lingkungan yang direkayasa.”
“Direkayasa gimana maksudnya?”
“Yaa direkayasa. Bayangin deh, satu komplek dengan type rumah yang sama–yang artinya punya kemampuan ekonomi yang hampir sama. Dikelilingi dinding tinggi dengan satu jalan keluar yang dijaga satu satpam dengan jam malam. Okelah, itu aman, tapi itu keamanan yang direkayasa”
Ck. Sialan anak ini. Dari awal kenal 4 tahun lalu, dia ini, terlalu sering ngasih ide dan pemikiran yang out of nowhere. Entahlah, atau mungkin dia terinspirasi oleh Squidward yang juga pernah terjebak di komplek perumahan–yang dikiranya–idaman.
Dani masih melanjutkan argumennya tentang betapa berbahayanya komplek rekayasa tersebut untuk kehidupan sosial anak-anak yang tumbuh besar didalamnya. Sementara saya mulai mengangguk-angguk terdoktrinasi. Sedikit banyak mulai membayangkan bagaimana jika dalam satu episode nasib, anak-anak tersebut harus berada dilingkungan yang jauh berbeda dari lingkungan ala-ala komplek perumahan. Tentu saja mereka pasti juga punya kehidupan sosial di komplek tempat tinggal mereka, tapi bagaimana kalau lingkungan itu justru membuat mereka terlambat menyadari bahwa dunia tidak seteratur dan serapi barisan rumah-rumah disekitar mereka? Atau terlambat menyadari bahwa dunia luar lebih mengerikan dan tak seaman saat dijaga pak satpam?
Argumen-argumen Dani masih mengalir hingga terang dilangit perlahan mengusir sang fajar. Entah dideret kata yang mana, alarm di otak saya mulai membunyikan tanda bahaya. Kalau tak dihentikan, ini nanti ujungnya pasti ke urusan politik dan kebijakan pemerintahan deh. Penyakit lama yang kami dapat di persma. No-no! hari sabtu ini setidaknya kami harus melakukan sesuatu yang lebih refreshable ketimbang ngomongin politik. Jadi saya memutus argumennya dengan..
“Ke Tawangmangu yuk Dan?”
“Yuuk!!”
-And thats how the end-
hoam.. 😀
🙁
Wes menghilang dari peredaran yo. Wes ora eksis nang bbm meneh.
boleh tdak ,,sy pengen komunikasi dg mb,averanita.stan sy pernah di posting ketika expo solo raya
Monggo.
Astaga mulutnya siapa itu ngomongin makelar tanah kayak gitu? Ckckck
Astaga. iya siapa itu ya? Benar2 tak tahu diri itu anak
Yang paling nyeremin ketika para makelar membabat habis budaya. Banyak arsitektur tradisional yang kini tergerus.
Yang paling mengerikan ketika para makelar membabat habis budaya. Banyak arsitektur tradisional yang kini tergerus.
Iya. Sayang hanya sedikit orang yang sadar dan peduli yah 🙂