Holocaust.
Have you ever hear that ?
Itu adalah sebutan bagi pembantaian besar-besaran yang dilakukan Adolf Hitler terhadap kaum Yahudi. Berlangsung sekitar tahun 1940an. Holo berarti seluruh dan Caust berarti terbakar. Dikisahkan bahwa lebih dari 6 juta jiwa orang yahudi dibantai dan mayoritas dibunuh dengan cara dibakar. Selama bertahun-tahun holocaust menjadi kebenaran yang dipercaya, hingga akhirnya muncul kontroversi akan kebenarannya. Pertengahan 1960an muncul kritik-kritik yang menilai holocaust adalah sebuah dusta besar yang dibuat zionis Yahudi.
Cukup ketik keyword ‘Holocaust’ di search engine anda. Banyak info tentang Holocaust yang bisa didapat, lengkap dengan segala kontroversi dan bukti-bukti. Sama sekali dalam tulisan ini saya tidak berniat membahas hal-hal logis atau ilmiah tentang holocaust. Apalagi mengupas misteri kontroversi holocaust. Tak ada niat menyalahkan dan mendukung salah satu pihak, baik yang anti atau pro yahudi.
Ada asap pasti ada api. Tak akan ada klaim holocaust jika tak ada pembantaian terhadap Yahudi. Saya rasa pembunuhan terhadap kaum yahudi memang terjadi di masa Hitler. Meski mungkin jumlahnya tak sampai 6 juta jiwa, tapi ‘ya’, genosida itu ada. Ditengah kondisi yang dihadapi kaum yahudi kala itu, lahir sebuah karya seni. Sebuah lagu yang kini dikenal dengan judul ‘Donna Donna’. Dari beberapa sumber yang saya baca, lagu ini digubah oleh seorang yahudi dan telah mengalami beberapa kali alih bahasa dan dinyanyikan beberapa penyanyi. Namun, yang paling terkenal adalah yang dipopulerkan oleh Joan Baez, sekitar tahun 1960an. Secara umum lagu ini menggambarkan penderitaan kaum yahudi yang disimbolkan sebagai anak sapi (calf.. Ingat kisah Bani Israil yang menyembah patung anak sapi di masa nabi Musa ? ).
Saya mengenal lagu ini saat dinyanyikan oleh Sita RSD dalam film ‘GIE’ tahun 2005. Banyak pendapat yang menyebutkan bahwa lagu ini merupakan salah satu bentuk propaganda Zionis untuk membenarkan klaim holocaust. Beberapa tulisan fanatik anti yahudi justru menghimbau untuk tidak mendengarkan lagu ini. Apapun itu.. terserah.. Tulisan ini tak ada tujuan mengaitkan kontroversi holocaust, pertentangan agama dan klaim halal/haram mendengarkan lagu ini. Terlepas dari status saya sebagai muslim, secara pribadi, dengan sadar saya mengakui : lagu ini adalah salah satu lagu dengan syair terbaik yang pernah saya dengar.
(PS. : Semua kata-kata ilustrasi hanya imajinasi saya pribadi.)
***
“Donna Donna”
On a wagon, bound for market,
There’s a calf with a mournful eye.
High above him, there’s a swallow,
Winging swiftly through the sky.
Sebuah kereta kuda digiring perlahan menuju pasar. Hari ini, Petani tua akan menjual anak sapi yang ia angkut dalam kerangkeng keretanya. Ya, anak sapi malang yang entah bagaimana hidupnya akan berakhir: Di sembelih atau di terpenggal di bawah guillotine.
Si anak sapi menangis pilu, meratapi nasibnya. Sesekali ia mendongak ke langit. Jauh diatasnya ada seekor burung walet. . terbang membelah angkasa.. tak terkurung,, tak terkungkung.. ia, bebas.
How the winds are laughing,
They laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through
And, half a summer’s night.
Anak sapi itu menangis mengharu. Kepiluannya bertambah biru.
Angin seolah tertawa, ya, angin yang berhembus menembus kerangkeng itu menertawakan dirinya, menertawakan nasibnya.
Sepanjang perjalanan menuju pasar, menuju tempat pembantaian, mereka tertawa dan terus tertawa hingga separuh malam menjelma.
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don,
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don.
“Tuaan..tuaan.. Kumohon Tuan,, jangan lakukan ini..”, kata si anak sapi mengiba pada petani tua.
“Tuaaan.. Kumohon..Tolonglah tuan..Jangan lakukan ini Tuaan..”, Seru si anak sapi, bergetar, menahan takut menghadapi bayangan penggalan maut.
Stop complaining said the farmer,
Who told you a calf to be?
Why can’t you have wings to fly with,
Like the swallow, so proud and free?
“Diam!! Berhentilah mengeluh!!”, Kata si petani tua.
“Siapa suruh kau jadi anak sapi ?!”. “Mengapa kau tak punya sayap seperti walet ? mengapa kau jadi anak sapi ? Mengapa kau tak jadi walet yang bersayap ? Kau tak bisa terbang seperti walet ? Harusnya kau jadi walet, ya, seperti walet.. terbang dan bebas.”
How the winds are laughing,
They laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through
And, half the summer’s night.
Si anak sapi terdiam dalam tangis pilu. Dan angin lagi lagi menertawakannya.
Angin tertawa, ya, angin yang berhembus menembus kerangkeng itu menertawakan dirinya, menertawakan nasibnya. Mengapa ia jadi anak sapi ? Mengapa ia tak jadi burung walet ? Mengapa ?
Angin tertawa, ya, angin yang berhembus menembus kerangkeng itu menertawakan dirinya, menertawakan nasibnya. Mengapa ia jadi anak sapi ? Mengapa ia tak jadi burung walet ? Mengapa ?
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don,
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don.
“Tuaan..”, Si anak sapi kembali mengiba. “jangan lakukan ini tuaan..”, ujatnya lirih. “Tolonglah tuaan..tolong jangan lakukan ini”. Makin lirih dan semakin lirih… “Oh..Tuan…”,, ..
“Aku tak mau mati..” …
Calves are easily bound and slaughtered
Never knowing the reason why
But whoever treasure freedom
Like the swallow had learned to fly
Di pasar,, anak-anak sapi dengan mudahnya digiring menuju guillotine.. satu demi satu.. dipenggal satu demi satu.. anak-anak sapi, digiring menuju maut.. satu demi satu..
mereka dipenggal..satu demi satu.. tanpa tahu alasan mengapa mereka harus dipenggal..satu demi satu..
Oh.. anak sapi yang malang.. mengapa kau harus jadi anak sapi ? Mengapa tak jadi burung walet saja ? mengapa kau harus jadi anak sapi ? tak bisakah kau punya sayap seperti walet ? untuk terbang..untuk mencari kebebasan…untuk bebas ?
How the winds are laughing,
They laugh with all their might.
Laugh and laugh the whole day through
And, half the summer’s night.
Dan angin pun kembali tertawa.
Angin tertawa, ya, angin yang berhembus melewati bangkai-bangkai anak sapi itu tertawa. Menertawakan nasib si anak sapi yang malang.
Angin tertawa, ya, angin yang berhembus melewati bangkai-bangkai anak sapi itu tertawa. Menertawakan nasib si anak sapi yang malang.
Menertawakan apa yang tak semestinya ditertawakan.
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don,
Donna, Donna, Donna, Donna,
Donna, Donna, Donna, Don.
“Tuaan” .. “Oh,, tuaan” “Mengapa aku harus jadi anak sapi..”
“Tuaan”.. “Mengapa..”