Monolog

Mimpi Aminah Di Tumpukan Proposal

“Ibaratnya seperti iseng-iseng berhadiah. Coba saja, siapa tahu menang. Tapi jangan terlalu berharap, kalau gagal pasti kecewa”

‘Tok, Tok, Tok..!!’.

Umpatan tertahan dalam hati saat suara ketukan pintu membuatku terjaga pagi itu. Seharusnya seluruh penghuni kos tahu aku terjaga semalaman dengan musik yang selalu nonstop menemani kebiasaanku lembur sampai subuh. Ini weekend dan Jam handphone menunjukkan pukul 06.27 pagi. Artinya aku baru memejamkan mata selama 2 jam dan sudah ada yang berani cari masalah dengan membangunkanku. Dengan malas ku buka juga pintu itu. Wajahnya menyambut dengan senyum lebar nan ramah.
Dia Aminah, penghuni kamar sebelah. Masih dengan daster polkadot dan rambut yang diikat asal-asalan, tampaknya ia juga belum lama bangun dari tidurnya. “Mau pinjem modem mbak,” ujarnya innocent tanpa memperhatikan tampang tak bersahabat yang kutunjukkan.

Untuk alasan kemanusiaan, kupinjamkan modem-ku. “Mau buat apa?”, tanyaku. “Mau lihat pengumuman PKM Dikti mbak, hari ini keluar,” jawabnya ringan dan berpaling kembali ke kamarnya. Kuikuti langkah kakinya, sekedar ingin tahu hal penting macam apa yang membuat tidurku terganggu hari ini. Lampu kamarnya masih menyala. Tempat tidurnya masih berantakan dengan selimut yang menjulur ke lantai. Ini bukan pertama kali aku mengunjungi kamarnya, hanya saja selama ini ada yang luput dari perhatianku. Aku selalu merasa kamarnya itu sumpek dan sempit, padahal ukuran kamarnya standar, 4×3 meter. Baru detik itu aku sadar bahwa yang menjadikan kamarnya sempit adalah tumpukan kardus disudut ruangan berisi majalah dan puluhan kertas buram berisi kolom data entah apa. Disampingnya ada pula kain-kain berserakan. Belum lagi tumpukan jilid entah makalah atau laporan yang diletakkan di samping kaki tempat tidurnya. Didekat tumpukan itu, Aminah duduk dilantai, bersandar pada sisi tempat tidur dan fokus pada layar netbook-nya. Aku ikut duduk disampingnya. Jendela web dikti.go.id sudah terpampang dan tak berselang lama hasil download lembar pengumuman pemenang PKM telah siap dibuka.

File dengan extention .pdf itu berisi  504 halaman yang memuat  7045 nama pemenang, asal universitas, kategori PKM dan judul PKM yang diajukan. Dengan menekan tombol down arrow, gadis 20 tahun itu menelusuri halaman demi halaman. Hingga akhirnya kami mendapati halaman yang kami cari, yaitu daftar nama pemenang PKM Kewirausahaan dari Universitas Sebelas Maret di halaman 134. Sekarang tinggal mencari namanya. Karena disusun secara alphabet, maka kami hanya tinggal mencari nama berawalan A saja. Satu demi satu terlewati, Achmad, Aditya, Aldira,..Annisa. “Duh, namaku gak ada,” ujarnya dengan nada khawatir. Probabilitas kesalahan yang mungkin dilakukan admin web resmi negara seperti dikti.go.id adalah 0,01 persen (mungkin). Seolah berharap keluar dari sumur gelap dengan bantuan benang laba-laba, Aminah masih saja menelusuri nama demi nama, berharap namanya terselip di halaman lain. Hingga akhirnya ia menyerah. Hening berlaku diantara kami. Entah mengapa untuk bernafas pun aku berusaha berhati-hati. Kekecewaan jelas terpancar diwajahnya. “Padahal tiap tahun aku ikut terus mbak, masa’ gagal lagi,” ucapnya membuka sesi curhat. Saat ini Aminah baru saja menyelesaikan semester 5-nya, artinya paling tidak sudah 2 atau 3 kali ini ia ikut seleksi PKM.

Ia melirik tumpukan di sampingnya. Sekarang aku tahu, itu bukan makalah atau tugas laporan mata kuliah. Itu adalah tumpukan salinan proposal PKM-nya dari tahun ke tahun. Menurut Aminah, ia punya mimpi untuk membangun usaha kecil-kecilan guna meringankan beban biaya kuliahnya. “Buat persiapan skripsi sama wisuda aja gaktau ntar bu’e ada duit apa gak.” ujarnya. Kegagalannya menembus seleksi PKM kali ini tampaknya jadi pukulan berat untuknya. Pasalnya, ia tak punya waktu untuk riset dan persiapan PKM lagi semester depan karena harus fokus pada skripsi.  “Yoo wis lah, mungkin bukan rejeki ne. hehe” ujarnya sambil memaksakan tawa. Hanya sekilas, tapi aku yakin sempat melihat cairan bening tertahan di pelupuk matanya.

SELEKSI PKM

Program Kreatifitas Mahasiswa atau PKM sejatinya adalah program yang dicetuskan oleh Bidang Kementrian Pendidikan Tinggi. Tujuannya untuk memacu kreatifitas mahasiswa dalam berinovasi dan menunjukkan gagasan-gagasan yang diharap berdaya guna bagi masyarakat.  Ide yang lolos seleksi, nantinya akan diberi dana untuk direalisasikan. Banyak macam kategori PKM yang bisa dipilih. PKMK, PKMKC, PKMM, PKMP dan PKMT.  Salah satu yang banyak diminati mahasiswa, termasuk Aminah, yaitu PKMK. Kategori PKM untuk bidang Kewirausahaan. Mahasiswa diminta untuk menyiapkan sebuah ide atau gagasan dalam berwirausaha. Kriteria seleksi diutamakan untuk mereka yang mampu memunculkan ide original dan mengedepankan pemberdayaan masyarakat serta sumber daya di lingkungannya.

Salah satu teman, sebut saja Rizky (21), jauh lebih beruntung daripada Aminah. Kamis sore (21/2), kami dan beberapa teman lain, mengisi waktu sambil mengobrol  di  shelter kampus. Setelah berbincang tentang berbagai hal, entah bagaimana  topik perbincangan kami mulai membahas PKM. Berdasar ceritanya, ia dan beberapa teman hanya mengajukan proposal PKM sebagai syarat karena telah menerima beasiswa. Proposal tersebut berisi gagasan modifikasi jajanan brownis dengan bahan yang lebih ekonomis dari brownis pada umumnya. Proposal itu sebenarnya adalah copy paste dari proposal milik orang lain yang tahun sebelumnya tidak lolos. Hanya formalitas. Tapi entah karena faktor ‘keberuntungan’ atau memang seleksi dikti yang asal-asalan, proposal itu justru tembus dan menang. “Ibaratnya seperti iseng-iseng berhadiah. Coba saja, siapa tahu menang. Tapi jangan terlalu berharap, kalau gagal pasti kecewa.” Ujarnya memotivasi kami untuk mengajukan proposal PKM.

Bukan hanya Rizky, banyak mahasiswa lain yang juga iseng mengajukan proposal, tapi justru lolos. Gagasan asal-asalan, bahkan copy paste ide dan proposal orang lain. Benar-benar tanpa riset dan andaikata dibuat, rasanya seperti apa, mereka tak tahu. Pasalnya, memang tak ada percobaan apapun. Tapi lolos seleksi dan uang pun telah mengalir ke rekening. Uang itu pun akhirnya tidak ditindaklanjuti untuk realisasi ide. Entah bagaimana sebenarnya kriteria untuk bisa lolos seleksi PKM. Idealnya, kesungguhan dan kualitas serta orisinalitas ide menjadi kriteria penentu sebagaimana tertera dalam peraturan penilaian PKM itu. Sehingga adalah suatu kewajaran ketika Aminah dan mereka yang serius, begitu menaruh harapan besar untuk lolos. Kita memang tak bisa menyalahkan nasib dan rejeki. Mungkin saja ide dan presentasi mereka memang lebih baik. Tapi Ironis adalah kata yang tepat untuk menggambarkan fenomena ini. Fenomena  munculnya  orang-orang seperti Aminah. Orang-orang yang mimpinya tertahan di tumpukan proposal.

 

Leave a Reply