Korea merdeka pada 15 Agustus 1945 dalam keadaan miskin bahkan diperparah dengan pecahnya perang Korea (Korea Utara vs Korea Selatan) pada 1950. Spesifiknya, hingga gencatan senjata yang meredakan perang fisik pada 1953, pendapatan perkapita (GNP) Korea Selatan hanya 67 dollar. Level ini bahkan jauh dibawah kata miskin. Super miskin?
PENDIDIKAN DAN RENCANA PEMBANGUNAN
Mengabaikan kemiskinan, kelaparan dan keadaan perang yang begitu menyengsarakan, pemerintah menanam investasi pada bidang yang paling fundamental bagi kemajuan generasi selanjutnya: Pendidikan. Entah detail sejarah macam apa yang terjadi di Korea, tapi mindset pentingnya pendidikan telah tertanam secara masif pada masyarakat Korea Selatan kala itu :
‘Kalau mau menaikkan martabat dan harga diri, maka belajarlah dengan giat dan jadilah sukses’. Menyekolahkan anak adalah sebuah keharusan meskipun tungku batu tak berasap dan tidur dengan perut kelaparan.
Tahun 1961, tampu pemerintahan diambil alih oleh rezim militer. Sama seperti Indonesia, revolusi pembangunan dimulai pada masa ini. 1962, Pemerintah mengumumkan rencana pembangunan 5 tahunan tahap 1. Yang mereka butuhkan selanjutnya adalah suntikan dana. Proposal pertama diajukan pada sekutu ‘terbaik’ mereka sejak pecah perang Korea: Amerika Serikat. Sayangnya, kedutaan Amerika di Korea Selatan saat itu memberikan prediksi negatif terhadap rencana pembangunan pemerintah Korea—mengingat lemahnya perekonomian Korea Selatan. Berdasarkan laporan ini, gedung putih memutuskan untuk tidak memberikan bantuan dana.
Tak menyerah, Korea Selatan akhirnya mendapat capital inflow dari Jerman Barat dengan sebuah perjanjian mutualisme dimana Korea mengirim tenaga kerja terdidiknya ke Jerman—sebuah hasil memuaskan dari investasi mereka pada pendidikan.
INDUSTRI BAJA
Jika Indonesia membangun pondasi ekonominya dari sektor agraris, maka Korea mengambil langkah berani dengan merintis sektor industri. Untungnya pemerintah melakukan balas budi nyata dengan memanfaatkan devisa yang dihasilkan para pekerja di Jerman untuk pembangunan perekonomian Korea. Pertumbuhan ekonomi meningkat perlahan. 1964-1965 pertumbuhan ekspor merangkak naik mencapai angka 36.6 %. Ini adalah angka yang relative kecil, tapi untuk rencana pembangunan selanjutnya, Korea Selatan justru mengambil sebuah langkah beresiko besar.
Industri baja ibarat nyawa—inti dasar dari mayoritas sektor industri. Korea Selatan menyadari ini. Pada tahun 1970 pemerintah memutuskan untuk membangun pusat industri baja terpadu, Pohang steel mill. Namun sejak peletakan batu pertamanya, kritikan dan spekulasi negatif terus bermunculan dan mengancam dengan prediksi kegagalan industri ini. IBRD bahkan mengeluarkan laporan—atau mungkin teguran keras—tentang betapa rawan dan lemahnya ekonomi Korea Selatan sehingga menganjurkan pemerintah untuk menunda pembangunan Pohang steel mill. Tapi pemerintah bergeming dan menyelesaikan pembangunan Pohang steel mill pada 1973. Tak main-main, dekade berikutnya adalah masa kelahiran perusahaan-perusahaan industri raksasa di Korea. Awal dekade 90an, media-media asing menyematkan frasa ‘The last Asian Tiger’ di setiap pemberitaan tentang Korea Selatan.
GOLD COLLECTING CAMPAIGN
Ini adalah bagian yang seharusnya diangkat jadi film layar lebar. Karena dari referensi-referensi yang saya baca, bagian ini benar-benar tipikal kisah yang muncul di fiksi heroik atau semacamnya.
Krisis Asia 1997 menghantam perekonomian Korea Selatan. Keadaan ini membuat Korea Selatan menerima dana bailout IMF senilai $56 milyar AS pada 4 Desember 1997. Sama seperti di negara-negara lain seperti Indonesia, bantuan IMF juga mendapat protes dari sebagian rakyat Korea. Namun, pemerintah Korea Selatan menegaskan akan tetap menerima bantuan tersebut karena negara mereka berbasis pada bidang Industri–dan industri butuh modal besar untuk tetap berdiri. For your information, jumlah $56 milyar tersebut adalah pinjaman paling besar yang pernah disetujui oleh IMF pada peminjam tunggal (Indonesia $40 Milyar). Paket pertama senilai $19.5 milyar ditambah pendanaan dari bank-bank lain digelontorkan tahun itu juga.
Paska 1997 nilai semua mata uang di Asia melemah terhadap dollar Amerika. Meski demikian, nilai emas cenderung stabil. Fokus pemerintah Korea adalah untuk memulihkan stabilitas ekonomi secepat mungkin dengan dana segar IMF—dan mengembalikannya sesegera mungkin. Karena itu daripada meminta bantuan lagi pada pinjaman asing lainnya, pemerintah Korea justru meminta bantuan pada rakyatnya. Muncullah gold collecting campaign—sebuah ‘permohonan’ pemerintah pada rakyat untuk menjual murah atau menyerahkan emas-emas simpanannya pada pemerintah.
Arsip-arsip berita internasional di sepanjang tahun 1998 memuji heroisme massal yang dilakukan oleh rakyat Korea dengan tagline ‘Koreans self-sacrifice’. Dokumentasi BBC news menggambarkan keadaan Korea saat itu dengan rentetan kata dramatis. Dimulai pada 5 Januari, gerakan ini diawali oleh perusahaan-perusahaan besar Korea saat itu, Daewoo, Hyundai, Samsung. Keikutsertaan mereka menunjukkan pada publik bahwa perkara menyelamatkan negara bukan lagi tanggung jawab pemerintah semata. Rakyat Korea turut serta menyumbangkan emas pribadi milik mereka. Ribuan orang mengantri berjam-jam di shelter pengumpulan hanya untuk memberikan emas mereka. Para ibu rumah tangga menyerahkan cincin pernikahan mereka, itu adalah tahun dimana nyonya-nyonya besar tak lagi mengenakan perhiasan emas. Atlit menyumbang medali-medalinya. Pemilik usaha menyumbangkan kunci keberuntungan mereka (Di Korea Gold ‘luck’ key adalah properti emas yang didapat saat pertama kali memulai bisnis ataupun hadiah ulang tahun ke-60), dan untuk beberapa kasus para tetua penjaga adat menyumbangkan harta berharga yang turun temurun diwariskan dalam keluarga mereka.
Tak kurang ratusan ribu rakyat Korea Selatan terdaftar telah menyumbangkan emas mereka. Emas yang terkumpul kemudian dilebur dan dicetak kembali dalam bentuk batangan dan siap dijual. Lebih dari 20 ton emas berhasil dilebur dan menghasilkan $200 juta AS. Ini adalah nilai yang sangat kecil jika dibandingkan dengan paket pinjaman luar negeri. Namun, cukup untuk membantu keuangan Korea Selatan yang perlahan mulai stabil.
Terlepas dari seberapa besar pengaruh gerakan dan basis-basis ekonomi diatas untuk membantu Korea Selatan, kenyataannya pada 1999 keuangan mereka mulai stabil. Dari $56 milyar paket bertahap, Korea Selatan hanya cukup menggunakan $30.2 milyar—termasuk paket pertama $19.5 milyar dari IMF dan sumber pendanaan lain—untuk menstabilkan perekonomian mereka dari krisis. Jumlah tersebut mampu dilunasi 3 tahun dari deadline awal Mei 2004. Pada 21 Agustus 2001, Korea Selatan mengumumkan bahwa mereka telah terbebas dari hutang IMF.