Tempo hari kabupaten Karanganyar menjadi tuan rumah Soloraya Creative Expo—SCE 2015. Ini adalah acara tahunan yang dimulai 2013 lalu.
SCE pertama berbayar, dulu saya membeli tiket seharga 10.000 rupiah, tapi itu tiket terusan, mungkin untuk pendataan jumlah pengunjung karena SCE 2013 digelar sekaligus di 4 venue berbeda. Sementara SCE 2015 ini pengunjung tidak dipungut biaya apapun—err, kecuali bayar parkir motor-3.000 perak-sialan. Konon kata salah satu portal berita online, Pemkab Karanganyar mengalokasikan 1 M untuk acara ini. Tapi itu gak terlalu menarik untuk dibahas disini sih.
Sabtu 14 November lalu saya berkesempatan mampir saat dalam perjalanan pulang dan penasaran ada rame-rame apa di alun-alun—dan ternyata itu hari terakhir SCE 2015. Sumpek dan rame. Tapi lumayan bangga sih sama Pemkab Karanganyar, akhir-akhir ini progress nya mengesankan.
Saya berkeliling venue hanya sekitar 1 jam kurang—yeah, kalau gak niat ngabisin duit mah gak usah lama-lama. Yang saya suka dari acara semacam ini, kadang saya bisa menemukan hal-hal baru. Sesuatu yang benar-benar baru saya tahu eksistensinya. Since its held in Karanganyar—my home town—I was became more exciting.
***
KOLAM LELE BIOFLOK
Dibagian belakang tenda stan-stan utama, ada bak lingkaran raksasa yang berangka kawat besi ringan berlapis terpal setinggi kurang lebih 1 meter. Disekelilingnya banyak anak-anak berdiri memegang alat pancing. Dari jauh saya kira hanya kolam pancing mainan dengan magnet diujung floss, sampai saya sadar ‘kenapa banyak bapak-bapak yang megang pancing juga disitu?’. Ternyata ini adalah kolam lele—lele sungguhan. Kolam lele bioflok.
Kalau tidak salah didaerah Karangpandan—tak jauh dari terminal Karangpandan—ada pusat pembibitan ikan, mungkan kolam ini adalah stan milik mereka. Saya tidak tahu siapa yang mengelola stan ini dan tidak ada brosur atau informasi apapun, tapi bapak-bapak dengan celana khaki disamping saya berdiri dengan semangat bercerita pada bapak-bapak berjaket kulit disampingnya (saya gak nguping, mereka aja tuh yang suaranya keras-keras), bahwa kolam ini adalah teknologi yang belum banyak dipakai peternak ikan di Karanganyar—tapi sangat disarankan karena menguntungkan peternak. Biaya lebih murah, panennya cepat dan per m3 bisa ditebar 2000an bibit ikan lele—sampai sini saya sangsi, yang bener aja?!!
Tapi dari hasil browsing, ternyata yang disampaikan bapak itu tidak sepenuhnya salah juga. Kolam bioflok adalah teknologi yang menekan penggunaan lahan dan memangkas biaya pakan—sudah lama digunakan dinegara-negara maju seperti Jepang dan Australia. Dan bibit ikan memang bisa disebar padat—tapi tidak sampai 2000an, idealnya 1000an ekor bibit ikan per m3. Sementara untuk menekan hasil pakan, konsep dasarnya adalah dengan memanfaatkan hasil ekskresi ikan untuk dimutasikan dengan bantuan bakteri bla bla bla agar menjadi bahan pakan daur ulang untuk ikan. Jadi intinya kita kasih makan ikan, kemudian si ikan poop, poop nya bermutasi dan berubah jadi pakan yang siap dimakan ikan itu lagi. OK. Masuk akal. Hikmah dari kejadian ini adalah dengan bertambahnya rasa syukur karena saya lahir dalam wujud manusia—bukan ikan lele.
KERAJINAN KULIT BANOWATI
Duh, kasep! Seharusnya saya menemukan yang satu ini sebelum sidang skripsi saya, kan lumayan buat kenang-kenangan dosen. By the way, ini membanggakan sekaligus memalukan. Membanggakan karena ternyata lokasinya di Kecamatan Jumapolo. Memalukan karena saya—yang notabene warga Jumapolo—justru baru tahu eksistensinya. Dasar warga gagal!
Sanggar Kerajinan Kulit Banowati ini keren. Mereka membuat aneka kerajinan dari kulit asli seperti wayang kulit, sketsel, kap lampu atau kap lilin yang ukirannya jawa banget. Mereka juga membuat produk-produk yang cocok dijadikan souvenir—dan semuanya berbau wayang. Mulai dari miniatur wayang kulit, pembatas buku, juga kipas yang unik dengan ukiran-ukiran karakter wayang. Di stan SCE 2015, mereka menjual miniatur wayang kulit setinggi 20an cm seharga 50.000 rupiah. Relatif yaa, tapi menurut saya ini murah karena saya pernah menemukan yang sejenis tapi lebih mahal dijual di pasar seni. Apalagi kalau kita membeli langsung dari sanggar, atau memesan dalam jumlah banyak atau mungkin pesan yang ukurannya lebih kecil, jelas bisa lebih murah lagi. Setidaknya bagi saya pribadi, miniatur wayang kulit bisa jadi rekomendasi kenang-kenangan yang elegan—terlebih kalau kita paham bagaimana menyiasati packaging-nya.
Kalau berminat, bisa langsung datang ke sanggarnya yang beralamat di Dusun Tengklik, RT.08 RW.04, Desa Kedawung, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar. Atau menghubungi bapak Sujadi di nomor berikut: 081 314 465 599.
AGROWISATA JAMBU MERAH NGARGOYOSO
Di stan ketahanan pangan seorang Om-om—laki-laki paruh baya berteriak gencar mempromosikan es krim yang diklaimnya asli jambu merah Ngargoyoso—mereka kehabisan brosur, jadinya teriak-teriak sok akrab deh. Karena adik saya suka jambu merah, akhirnya terbelilah itu es krim stick yang dilabeli merk ‘Alvina’ dengan gambar ‘marsha and the bear‘ disampingnya. Adik saya bilang rasanya enak. Karena saya pribadi tidah terlalu suka jambu biji maka saya katakan rasanya lumayan, dan rasa jambu merahnya juga kuat tanpa campuran susu krim atau semacamnya. Benar-benar jus jambu yang dibekukan. Untung harganya cuma 2000 perak.
Es krim ini adalah produk olahan pangan dari Kelompok Tani ‘Candi Makmur’, Candi, Ngargoyoso. Dibawah naungan asosiasi petani jambu merah Ngargoyoso. Bukan Cuma Es krim jambu merah saja, mereka juga menyediakan jus jambu kemasan, kue jambu, pasta jambu, dan lain-lain. Saya curiga jangan-jangan mereka juga punya kerupuk jambu, tapi saya lupa tanya.
Bukan hanya produk olahan saja yang ditawarkan di stan ketahanan pangan hari itu. Rupanya mereka juga mengembangkan agrowisata jambu merah Ngargoyoso. Singkatnya daerah candi adalah pusat perkebunan jambu merah Ngargoyoso dan mereka melayani kunjungan out-class. Mereka juga menyediakan pelatihan budidaya jambu merah dan yang paling diminati adalah wisata petik jambu merah Ngargoyoso langsung di perkebunannya. Berikut saya cantumkan alamat dan nomor yang bisa dihubungi.
Candi, RT.02 RW.04, Desa jatirejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
CP: 085 728 513 295 atau 081 226 201 467
BB: 5170F98A
Email: jambumerahngargoyoso@gmail.com
.
.
.
.
.
CURHAT
Masa kecil saya di Wamena punya banyak kenangan dengan segala hal tentang tentara. Sebelum punya rumah sendiri, keluarga saya diayomi dirumah pensiunan tentara kelahiran Ngawi—beliau menyayangi saya seperti cucunya sendiri. Bapak saya kerjanya keluar masuk hutan, jadi seringlah ketemu bapak-bapak tentara yang mangkal di pos-pos penjagaan. Selain itu karena Wamena adalah wilayah yang dikelilingi perbukitan dan hutan, maka satu-satunya jalan keluar dari Wamena adalah melalui jalur udara. Tapi pesawat komersil jarang mendarat di Bandara Lembah Baliem, sehingga untuk terbang keluar-masuk Wamena, warga pendatang pasti lebih akrab dengan pesawat Hercules milik TNI ketimbang pesawat boeing atau apalah itu namanya. Dan banyak pengalaman lain.
Dua hal yang paling saya suka dari militer itu uniform-nya dan alutsistanya. Jadi kalau ada mas-mas tentara yang gagah dan ganteng, itu mah cuma bonus aja. Haha. Nah!! Didepan gerbang/gapura stan utama SCE 2015 kemarin, ada stan alutsista mejeng dengan nggaya-nya. Ada tank yang parkir dengan macho dan jadi background foto-foto pengunjung. Ya ampuun, impian masa kecil saya adalah naik keatas tank keren macam itu. Tapi begitu melihat yang naik dan bersenang-senang diatas tank hanyalah anak-anak dan balita, dengan jaim-nya harga diri saya menolak diajak kompromi.
Ah. Sedih.
***